LAPORAN
PRAKTIKUM HEMATOLOGI III
PEMERIKSAAN DEFISISENSI ENZIM GLUKOSA -6- FOSFAT - DEHIDROGENASE
(G6PD)

NAMA : VIRA
SAPUTRI
NIM : 18 3145 353 083
KELAS : 2018
C
PROGRAM
STUDI DIV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
FAKULTAS
FARMASI, TEKNOLOGI RUMAH SAKIT DAN INFORMATIKA
UNIVERSITAS
MEGAREZKY
MAKASSAR
2019/2020
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Defisiensi G6PD merupakan
penyakit defisiensi enzim tersering pada manusia, sekitar 2-3% dari seluruh
populasi di dunia diperkirakan sekitar ±
400 juta manusia di seluruh dunia. Frekuensi tertinggi didapatkan daerah
tropis, ditemukan dengan frekuensi yang bervariasi pada berbagai ras Timur
tengah, India, Cina, Melayu, Thailand, Filipina dan Melanesia. Defisiensi G6PD
menjadi penyebab tersering kejadian ikterus dan anemia hemolitik akut di
kawasan Asia Tenggara 14. Di Indonesia insidennya diperkirakan 1-14% 17,18,
prevalensi defisiensi G6PD di Jawa Tengah sebesar 15% 19, di pulau-pulau kecil
yang terisolir di Indonesia bagian Timur (pulau Babar, Tanimbar, Kur dan Romang
di Propinsi Maluku), disebutkan bahwa insiden defisiensi G6PD adalah 1,6 - 6,7%
(Satrio Wibowo, 2007) .
Enzim G6PD
mengkatalisis langkah pertama dalam jalur fosfat pentosa, glukosa mengkonversi
ke ribosa-5-fosfat (gambar 1) dan melindungi sel terhadap stres oksidatif dalam
bentuk NADPH. Defisiensi G6PD merupakan salah satu kelainan enzimatik herediter
yang paling sering dari eritrosit manusia. Penelitian terbaru juga menyatakan
bahwa aktivitas G6PD memainkan peran penting dalam mengontrol pertumbuhan sel
melalui produksi NADPH (Khaterina, 2012) .
Saat ini
ditemukan sekitar 160 mutasi bersama dengan lebih dari 400 varian biokimia
telah dijelaskan (Cappellini,2008). Varian G6PD oleh WHO telah diklasifikasikan
ke dalam empat kategori tergantung pada
aktivitas residu enzim dan manifestasi klinis. Varian kelas I memiliki
defisiensi enzim yang berat (kurang dari 10% dari normal) yang berhubungan
dengan anemia hemolitik kronis non-spherocytic. Varian kelas II juga memiliki defisiensi enzim berat
(kurang dari 10% dari normal), varian kelas III memiliki defisiensi enzim
ringan (10% sampai 60% dari normal). Varian
Kelas IV tidak memiliki defisiensi enzim (60% sampai 150% dari normal). Awalnya
varian G6PD ditandai secara biokimia
menurut aktivitas enzim dalam eritrosit, mobilitas elektroforesis, Michaelis
Konstan, pemanfaatan analog substrat dan termostabilitas (Khaterina, 2012) .
Oleh karena itu yang melatar belakangi pemeriksaan kali
ini yaitu untuk mengetahui prosedur pemeriksaan yang dilakukan.
B. TUJUAN
Adapun tujuan dilakukannya
praktikum kali ini untuk mengukur kadar LDH yang terdapat pada sampel darah
pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Glukosa-6-Fosfat Dehidrogenase
(G6PD) adalah enzim dalam lintasan Pentosa Fosfat yang mengkatalisis konversi
Glukosa-6-fosfat menjadi 6fosfoglukono-δ-lakton dan menghasilkan koenzim Nikotinamid
Dinukleotida Fosfat (NADPH) yang berfungsi sebagai tenaga pereduksi di dalam
sel. Karena tidak memiliki mitokondria, lintas Pentosa Fosfat merupakan
satu-satunya sumber penghasil NADPH dalam sel darah merah. Pada saat bereaksi
G6PD menghasilkan NADPH dan atom hidrogen yang dibutuhkan oleh sel untuk
mengaktifkan Glutation tereduksi (GSH) dari bentuk teroksidasinya (GSSG)
melalui bantuan enzim Glutation reduktase. Glutation tereduksi esensial bagi
sel berfungsi untuk menjaga bentuk sel tetap normal, menangkap radikal bebas
dan menjaga hemoglobin tetap dalam
bentuk fero sehingga tetap mampu berfungsi sebagai pembawa oksigen (Dimas
Ramadhian, 2013) .
Enzim G6PD merupakan polipeptida
yang terdiri atas 515 asam amino dengan berat molekul 59,265 kilodalton 15.
Enzim G6PD merupakan enzim pertama
jalur pentosa phoshat,
yang mengubah glukosa-6-phosphat menjadi
6-fosfogluconat pada proses glikosis. Perubahan ini menghasilkan
Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate (NADPH), yang akan mereduksi glutation
teroksidasi (GSSG) menjadi glutation tereduksi (GSH). GSH berfungsi sebagai pemecah
peroksida dan oksidan radikal H2O2 (Gambar 1) 10- 16. Dalam keadaan normal
peroksida dan radikal bebas dibuang oleh katalase dan gluthatione peroxidase,
selanjutnya meningkatkan produksi GSSG. GSH dibentuk dari GSSG dengan bantuan
enzim gluthatione reductase yang keberadaannya
tergantung pada NADPH (Satrio Wibowo, 2007) .
Enzim GSH berfungsi sebagai pemecah
peroksida dan oksidan radikal H2O2 yang menjaga keutuhan eritrosit sekaligus
mencegah hemolitik.11,12,19,20 Umumnya
bayi dengan defisiensi G6PD tidak bergejala, hemolisis terjadi bila pasien
terpapar bahan eksogen yang potensial menimbulkan kerusakan oksidatif antara
lain obat-obatan, bahan kimia (naftalen, benzena ), dan infeksi (Kamila Budhi,
2008) .
Gen Enzim terletak pada lengan
panjang dari kromosom X (Xq28) dan lebih cenderung mempengaruhi laki-laki
daripada perempuan dan lebih mengafeksi pria dibandingkan wanita karena lebih
rentannya pria terhadap kondisi genetik yang terpaut kromosom X, seperti halnya
defisiensi G6PD (Beutler 2008). Analisis-analisis klinis dan biokimia telah
mengkarakterisasi lebih dari 400 varian yang kebanyakan disebabkan mutasi titik
pada gen penyandi. Perubahan basa menghasilkan perubahan asam amino yang
berbeda yang menyebabkan terjadinya perubahan fenotip dengan abnormalitas
aktivitas enzim yang berbeda-beda dan diiringi dengan gejala klinis yang
berbeda pula (Farhud dan Yazdanpanah 2008). Monomer G6PD memiliki 515 asam amino dengan berat molekul
59 Kda dan hanya aktif dalam bentuk dimer atau tetramer yang juga berikatan
NADP. Pelipatan antara 2 bentuk yang aktif bergantung pada pH . Agregasi dari
monomer yang aktif dan konversinya menjadi bentuk yang aktif akan berpengaruh
kepada keberadaan NADPH (Dimas Ramadhian, 2013) .
Peranan enzim G6PD dalam mempertahankan
keutuhan sel darah merah serta menghindarkan kejadian hemolitik, terletak pada fungsinya
dalam jalur pentosa fosfat 13. Sel darah merah membutuhkan suplai energi secara
terus menerus untuk mempertahankan bentuk, volume, kelenturan dan menjaga keseimbangan
potensial membran melalui regulasi pompa natrium-kalium. Fungsi enzim G6PD adalah
menyediakan NADPH yang diperlukan untuk membentuk kembali GSH, yang berfungsi
menjaga keutuhan sel darah merah sekaligus mencegah hemolitik 10,12-16. Umumnya
defisiensi G6PD tidak bergejala. Hemolisis terjadi bila penderita terpapar
bahan eksogen yang potensial menimbulkan kerusakan oksidatif, yaitu :
obat-obatan, bahan kimia, infeksi dan kacang fava (Satrio Wibowo, 2007) .
Defisiensi Glukosa-6-Fosfat
Dehidrogenase (G6PD) adalah penyakit genetik terpaut kelamin yang telah
menyerang kurang lebih 400 juta orang di seluruh dunia dan mempunyai frekuensi
yang tinggi di Afrika, Mediterranean, dan populasi Asia yang merupakan wilayah
endemik malaria. Kelainan enzim yang pa1ing umum terjadi pada manusia ini
menyebabkan bayi yang baru lahir berwarna kuning, yang dapat menyebabkan
"kernicterus" dan kematian atau kelumpuhan. Kelainan ini juga dapat
menyebabkan krisis hemolitik yang mengancam jiwa penderita apabila berinteraksi
dengan obat-obatan tertentu atau kacang "fava" (Teresa Liliana, 2015)
.
Difisiensi G6PD adalah cacat
enzimaatik karena mutasi gen G6PD, varian mutan gen ada 130 jenis mutan,
penyakit ini bila terpapar oksidan, sel reitrosit mudah lisis (Suhartati, 2010)
.
Satrio Wibowo 2007, mengemukakan
bahwa menurut Word Health Organization (WHO)
membuat klasifikasi berdasarkan varian yang ditemukan di setiap negara,
subtitusi nukleotid dan subtitusi asam amino yaitu 12, 16 :
Kelas I :Anemia hemolitik
non sferositosis (aktifitas residual G6PD, <20). Merupakan jenis defisiensi enzim G6PD yang
jarang ditemukan. Kelompok ini mempunyai kelainan fungsional yang berat (varian
Harilaou). Sel darah merah tidak mampu mempertahankan diri dari oksidan
endogen, sehingga terjadi hemolisis kronik. Adanya pemaparan dengan faktor
pencetus akan menyebabkan terjadinya eksaserbasi anemia hemolitik akut.
Kelas II :defisiensi berat (aktifitas
residual G6PD, <10). Kelompok
defisiensi enzim G6PD berat (varian G6PD Mediteranian). Pemaparan dengan
faktor pencetus (eksogen) akan menimbulkan hemolisis akut dan proses tersebut
akan terus berlanjut selama masih terdapat pemaparan dengan faktor pencetus.
Hal ini disebabkan rendahnya aktivitas enzim G6PD baik pada sel darah merah
yang tua maupun muda.
Kelas III :defisiensi sedang
(aktifitas residual G6PD, 10-60). Kelompok defisensi enzim G6PD ringan (varian
G6PD A). Pada kelompok ini, hemolisis yang timbul akibat pemaparan dengan
faktor pencetus akan berhenti dengan sendirinya walaupun pemaparan masih terus
berlanjut. Hal ini disebabkan aktivitas enzim G6PD pada sel darah merah yang
muda masih cukup tinggi untuk menahan oksidan, dan hanya sel darah merah yang
tua saja yang mengalami hemolisis.
Kelas IV:non defisiensi (aktifitas
residual G6PD, 100). Kelompok yang tidak mengalami gejala-gejala defisiensi
G6PD
Kelas V :non defisiensi (aktifitas residual G6PD,
>100)
Sebagian besar individu defisiensi G6PD
adalah asimtomatik sepanjang hidup mereka, dan tidak menyadari keadaan ini.
Pada umumnya bermanifestasi sebagai anemia hemolitik akut, favism, neonatal
jaundice, atau anemia kronis non-hemolitik sferositik. yang biasanya muncul
ketika eritrosit mengalami stres oksidatif yang dipicu oleh zat oksidan seperti obat-obatan, infeksi, atau
mengkonsumsi kacang fava. Defisiensi G6PD
tampaknya tidak mempengaruhi angka harapan hidup, kualitas hidup atau aktivitas individu. Beberapa gangguan
klinis, seperti diabetes dan infark miokard dan latihan fisik berat, telah
dilaporkan memicu hemolisis pada individu defisiensi G6PD; walaupun paparan
bersama antara infeksi atau oksidan obat
dapat menyebabkan hal ini. Mekanisme
yang tepat yang meningkatkan sensitifitas terhadap kerusakan oksidatif
menyebabkan hemolisis tidak sepenuhnya diketahui. penyebab hemolisis akut pada
defisiensi G6PD ditandai dengan kelelahan, sakit punggung, anemia, dan
jaundice.Peningkatan bilirubin tak terkonjugasi, laktat dehidrogenase,dan
retikulositosis adalah marker kelainan tersebut (Khaterina, 2012) .
Penyakit defisiensi G6PD adalah
penyakit genetic, jadi idk menular tetapi dapat diwariskan pada keturunannya
(penyakit keturunan). Pewarisan sifat keturunan yang terdapat didalam keluarga
dengan defisiensi G6PD yang bersifat relative terkait kromosom X terutama dari
kromosom X (garis ibu) sebagai pembawa. Kromosom X dan Y bertanggung jawab
dalam penentuan seks atau jenis kelamin. Inti sel somatic pada pria mempunyai
satu kromosom X dan satu kromosom Y dengan tanda XY, sedangkan pada wanita
mempunyai dua kromosom X denngan tanda XX. Dalam keadaan sakit ditulis Xº,
sedangkan normal sebagai X atau Y. pada penyakit defisiensi enzim ini yang
menderita adalah X yang sifatnya resesif sehingga pria bila (XY) Hemizigot
normal dan bila (XºY) Hemizigot penderita atau sakit. Pada wanita (XX)
Hemozigot normal dan (XºX) heterozigot karier atau pembawa sedangkan (Xº Xº)
Homozigot penderita adalah sakit (Suhartati, 2010) .
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. PRINSIP PERCOBAAN
Enzim G6PD mengkatalisis langkah pertama
dalam jalur fosfat pentosa, glukosa mengkonversi ke ribosa-5-fosfat dan
melindungi sel terhadap stres oksidatif dalam bentuk NADPH. Defisiensi G6PD
merupakan salah satu kelainan enzimatik herediter yang paling sering dari
eritrosit manusia. Penelitian terbaru juga menyatakan bahwa aktivitas G6PD
memainkan peran penting dalam mengontrol pertumbuhan sel melalui produksi
NADPH.
B. PRA ANALITIK
ALAT
DAN BAHAN
1. Alat
a)
Tabung reaksi
b)
Rak Tabung
c)
Mikropipet
d)
Torniquet
e)
Stopwatch
2. Bahan
a)
Spoit
b)
Natrium Sitrat 3,8%
c)
Plasma/Control
d)
Label
e)
Sodium Nitrat glucose
solution 0,1
f)
Alkohol swab 70%
g)
Tip
h)
Kertas Label
i)
Pot sampel
j)
Methylene Blue 0.1 ml
C. ANALITIK
CARA
KERJA
a) Diambil
darah dan di masukan kedalam tabung EDTA
b) Diberi
label pada masing- masing tabung
c) Diberi
control masing-masing kontrol1,2,dan 3
d) Dipipet
reagen 0,1 sodium nitrat glukosa solution ke masing-masing tabung
e) Diberi
Methylene Blue 0,1ml kedalam masing-masing tabung
f) Dihomogenkan
reagen dan sampel
g) Dihomogenkan
2ml tabung yang berisi control
h) Dicampurkan
sampel darah dan reagen
i)
Dihomogenkan kembalu
menggunkan tangan
j)
Dipipipet 2 ml negatif
control dan di campurkan dengan reagen
k) Diinkubasi
dengan suhu 37°C selama 90 menit
l)
selanjutnya di inkubasi
kembali selama 90 menit
m) Di
Homogenkan kembali
n) Ditambahkan
2,ml with distilled water dan di
inkubasi
o) Dimasukan
sampel sebanyak 20 mikron kedalam Ve control
p) Dihomogenkan
kembali
q) Ditambahkan
20 sampel micron pada tabung negatif control lalu homogenkan
r) Ditambahkan
20 mikron liters test lalu dihomogenkan
D. PASCA
ANALITIK
INTERPRESTASI
HASIL
( contro
Positif) : merah Tua
(control
Negatif) : merah muda
(Test) : merah
muda
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PEMBAHASAN
Pada praktikum yang
dilakukan tentang pemeriksaan defisisensi enzim glukosa -6- fosfat - dehidrogenase
(g6pd) yang bertujuan untuk mengukur kadar LDH yang terdapat pada sampel darah
pasien.
Adapun prinsip dari
praktikum kali ini yaitu Enzim G6PD
mengkatalisis langkah pertama dalam jalur fosfat pentosa, glukosa mengkonversi
ke ribosa-5-fosfat dan melindungi sel terhadap stres oksidatif dalam bentuk
NADPH. Defisiensi G6PD merupakan salah satu kelainan enzimatik herediter yang
paling sering dari eritrosit manusia. Penelitian terbaru juga menyatakan bahwa
aktivitas G6PD memainkan peran penting dalam mengontrol pertumbuhan sel melalui
produksi NADPH.
Glukosa-6-Fosfat
Dehidrogenase (G6PD) adalah enzim dalam lintasan Pentosa Fosfat yang
mengkatalisis konversi Glukosa-6-fosfat menjadi 6fosfoglukono-δ-lakton dan
menghasilkan koenzim Nikotinamid Dinukleotida Fosfat (NADPH) yang berfungsi
sebagai tenaga pereduksi di dalam sel. Enzim G6PD membantu sel darah merah
tetap berfungsi normal dan menjaga sel darah merah dari senyawa berbahaya. Bila
tubuh kekurangan enzim ini, sel darah merah akan pecah lebih cepat disbanding pembentukannya
sehingga menyebabkan anemia.
Defisiensi enzim Glukosa-6-Fosfat
Dehidrogenase (G6PD) adalah penyakit keturunann akibat kekurangan enzim G6PD. Penyakit
ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki dan cacat enzimaatik karena mutasi
gen G6PD, varian mutan gen ada 130 jenis mutan, penyakit ini bila terpapar
oksidan, sel reitrosit mudah lisis.
Diagnosis defisiensi G6PD
berdasarkan penilaian aktivitas enzim,secara kuantitatif dengan analisa
spektrofotometri dari produksi NADPH dari NADP (Cappellini,2008), dipikirkan
juga jika ditemukan hemolisis akut pada laki-laki ras afrika. Pada anamnesis
perlu ditanyakan tentang kemungkinan terpapar dengan zat oksidan seperti yang
telah disebutkan sebelumnya. Pemeriksaan aktivitas enzim mungkin false negative
jika eritrosit tua defisiensi G6PD telah lisis. Oleh karena itu aktivitas enzim
perlu diulang 2-3 bulan kemudian ketika ada sel-sel yang tua.
Pada pasien dengan
defisiensi G6PD A (-), hemolisis terjadi self-limited sehingga tidak perlu
terapi khusus kecuali terapi untuk infeksi yang mendasari dan hindari zat
oksidan yang mencetuskan hemolisis serta mempertahankan aliran ginjal yang
adekuat karena adanya hemoglobinuria saat hemolisis akut. Pada hemolisis berat
mungkin diperlukan transfusi darah
Adapun prosedur
pemeriksaan dari defisiensi enzim G6PD yaitu pertama-tama disiapkan alat dan
bahan yang akan digunakan yaitu sample darah sebanyak 3 tabung EDTA, tabung
reaksi 3 buah, pada tabung 1 diberi code=Ve control, pada tabung 2 kontrol negative
dan pada tabung 3 untuk test, selanjutnya sodium nitrit dihomogenkan terlebih
dahulu, lalu dipipet sebanyak 0,1 ml dan di masukkan pada tabung control + Ve,
dan 0.1 ml dimsukkan pada tabung untuk test. Selanjutnya dipipet methylane blue
sebanyak 0.1 ml dimasukkan pada tabung yang berkode untuk test lalu
dihomogenkan, dipipet sampel darah dengan menggunakan pipet eritrosit sebanyak
2 ml pada masing-masing tabung (control + Ve, control negative, dan pada test)
dan masing-masing dan homogenkan, kemudiian diinkubasi pada suhu 37ºC selama 90
menit, setelah di inkubasi dihogenkan kembali pada masing-masing tabug,
kemudian disediakan tabung sebanyak 3 lalu diencerkan dengan air suling
sebanyak 2 ml, dipipet sampel dari tabung control + Ve sebanyak 20 mikron
demasukkan pada tabung control + Ve, lalu dihomogenkan, dipipet control negativ
sebanyak 20 mikron dan dimasukkan pada
tabung control negative lalu homogenkan, selanjutnya dipipet sampel dari tabung
test sebanyak 20 mikron, dimasukkan pada tabung test yang berisi air dan
homogenkan, lalu dilihat hasilnya.
Adapun hasil
yang didapatkan pada pemeriksaan enzim G6PD ini yaitu pada tabung control (+)
Ve berwarna merah tua, (-) control berwarna merah muda, dan pada tabung (test)
berwarna merah kecoklatan.
BAB
V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari
praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa hasil
yang didapatkan yaitu didapatkan warna
merah tua pada pada tabung +Ve control, warna merah muda pada negative control dan
warna merah tua pada tabung test.
B. SARAN
Diharapkan pada praktikum selanjutnya praktikan dapat memahami prosedur
pemeriksaan yang akan dilakukan dan mempraktekkannya dengan baik dan lebih
teliti serta mengefisienkan waktu dengan sebaik-baiknya juga selalu menggunakan
APD pada saat sedang berada di dalam laboratorium. Serta dapat mencoba metode
lain.
DAFTAR PUSTAKA
Elgi Alfa Katherina, 2012.” Defisiensi Glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD)”. Malang: Skipsi
Biokimia Kedokteran
Noor Ramadhian Dimas, 2013.“Karakterisasi Molekuler Defisiensi Enzim Glukosa-6-Fosfat
Dehidrogenase Homo Sapiens Di Kabupaten Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur,
Indonesia”. Bogor: Skripsi
Rahardjani Budhi Kamilah, 2008.” Kadar Bilirubin Neonatus dengan
dan Tanpa Defisiensi Glucose6Phosphate Dehydrogenase yang Mengalami atau Tidak Mengalami Infeksi”. Semarang:
Sari Pediatri. Vol.10, No.2
Suhartati, 2010.”Mewaspadai
Difisiensi Glukosa6 Fosfat Dehidrogenase (G6PD) Dalam Upaya Mewujudkan
Indonesia Sehat”. Surabaya: Pidato
Warga Setia Liliana Teresa, 2015.” Varian Molekular Defisiensi Glukosa-6-Fosfat Dehidrogenase” Bandung: Universitas Kristen Maranatha. Vol.3, No.2
Wibowo Satrio, 2007.“Perbandingan Kadar Bilirubin Neonatus
Dengan Dan Tanpa Defisiensi Glucose-6-Phosphate Dehydrogenase, Infeksi Dan Tidak Infeksi”. Semarang:
Tesis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar