MAKALAH HEMATOLOGI III
“ANEMIA APLASTIK”

DISUSUN
OLEH
NAMA : VIRA SAPUTRI
NIM : 18 3145 353 O83
KELAS : 2018 C
PROGRAM
STUDY DIV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
FAKULTAS
FARMASI, TEKNOLOGI RUMAH SAKIT DAN INFORMATIKA
UNIVERSITAS MEGA REZKY
MAKASSAR
2020
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum
Warrahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur yang dalam kami sampaikan kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas makalah Hematologi III tentang “Anemia Aplastik”
ini dengan lancar dan tepat waktu.
Kami menyadari
sepenuhnya akan kemampuan yang masih terbatas, sehingga masih banyak kekurangan
yang terdapat dalam makalah ini dan hasilnya belum dapat dikatakan sempurna.
Oleh karena itu, masukan, kritik dan saran yang sifatnya membangun kami
nantikan dalam rangka kesempurnaan makalah ini. Dan dengan ini kami berharap
makalah ini dapat memberikan dampak baik bagi para pembaca semua.
Wassalamualaikum Warrahmatulahi Wabarakatu
Makassar, 25 Maret 2020
Penulis
Vira
Saputri
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Anemia
adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah merah
dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal. Anemia berupa penurunan
kuantitas atau kualitas sel-sel darah merah dalam sirkulasi, yang dapat disebabkan
oleh gangguan pembentukan sel darah merah, peningkatan kehilangan
sel darah merah melalui perdarahan kronik atau mendadak, atau lisis (destruksi)
sel darah merah yang berlebihan Salah satu jenis anamia yang diakibatkan oleh
gangguan/ kegagalan produksi sel darah merah adalah anemia Aplastik,
sedangkan Menurut bentuk eritrositnya anemia aplastik merupakan anemia
normokromik normositer. Anemia aplastik merupakan suatu kelainan dari sindrom
klinik yang diantaranya ditandai oleh defisiensi sel darah merah, neutrophils,
monosit dan platelet tanpa adanya bentuk kerusakan sumsum lainnya. Dalam
pemeriksaan sumsum dinyatakan hampir tidak ada hematopoetik sel perkusi dan
digantikan oleh jaringan lemak. Kerusakan
ini bis adisebabkan oleh zat kimia beracun, virus tertentu,
atau bisa juga karena faktor keturunan.
Anemia
aplastik tergolong penyakit yang jarang dengan insiden di negaramaju 3-6 kasus/
1 juta penduduk/ tahun. Manifestasi anemia aplastik juga sangatberagam dimulai
dari kasus yang bersifat ringan hingga berat, dan juga sampaimenimbulkan kematian.
Oleh karena itu, pada makalah ini akan membahas
mengenai anemia aplastik berupa definisi, klasifikasi, etiologi,
patofisiologi, dan penangananya.
B. TUJUAN
PENELITIAN
1.
Tujuan
Umum
Mahasiswa mampu
memahami secara umum tentang anemia aplastik.
2.
Tujuan
Khusus
a.
Memahami
hal-hal yang berkaitan dengan definisi anemia aplastik
b.
Memahami
hal-hal yang berkaitan dengan klasifikasi anemia aplastik
c.
Memahami
hal-hal yang berkaitan dengan etiologi anemia aplastik
d.
Memahami
hal-hal yang berkaitan dengan patofisiologi tanda dan gejala anemia aplastik
e.
Memahami
hal-hal yang berkaitan dengan penatalaksanaannya atau penanganan anemia
aplastik
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Anemia
aplastik adalah suatu keadaan berkurangnya sel-sel darah pada darah tepi
(pansitopenia), sehubungan dengan terhentinya pembentukan/ tidak terbentuknya
sel hematopoetik di dalam sum-sum tulang (aplasia).
Anemia aplastik merupakan hasil dari kegagalan
produksi sel darah pada sumsum tulang belakang. Anemia aplastik juga merupakan
anemia yang disertai oleh pansitopenia pada darah tepi yang disebabkan oleh
kelainan primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia. Karena sumsum tulang pada sebagian besar kasus bersifat
hipoplastik, bukan aplastik total, maka anemia ini disebut juga sebagai anemia
hipoplastik. Kelainan ini
ditandai oleh sumsum hiposelular dan berbagai variasi tingkat anemia, granulositopenia,
dan trombositopenia. Anemia Aplastik tergolong penyakit yang jarang dengan insiden
di Negara maju: 3-6 kasus/1 juta penduduk/tahun. Epidemiologi anemia aplastic
di timur jauh mempunyai pola yang berbeda dengan di negara barat.
·
Di
Negara timur (Asia Tenggara dan Cina) Insidennya 2-3 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan di Negara barat
·
Laki-laki
lebih sering terkena dibandingkan dengan wanita
·
Faktor
lingkungan, seperti infeksi virus, antara lain virus hepatitis diduga memegang
peranan penting.
Anemia aplastik
merupakan penyakit yang jarang ditemukan di dunia. Angka kejadian di Asia
termasuk Cina, Jepang, Thailand dan India lebih tinggi dibandingkan dengan
Eropa dan Amenika Serikat.6 Insidens penyakit ini bervariasi antara 2 sampai 6
kasus tiap 1 juta populasi.1 Penelitian yang dilakukan The International
Aplastic Anemia and Agranulocytosis Study di Eropa dan Israel awal tahun 1980
mendapatkan 2 kasus tiap 1 juta populasi.7,8 Perbandingan insidens antara
laki-laki dan perempuan kira-kira 1:1, meskipun dari beberapa data menunjukkan
laki-laki sedikit Iebih sering terkena anemia aplastik.8 Perbedaan insidens
yang mungkin terjadi di beberapa tempat mungkin karena perbedaan risiko
okupasional, variasi geografis dan pengaruh lingkungan.4,8 Anemia aplastik
terjadi pada semua umur, dengan awitan klinis pertama terjadi pada usia 1,5
sampai 22 tahun, dengan rerata 6-8 tahun.5 Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak
FKUIRSCM, dalam kurun satu tahun (Mei 2002-Mei 2003) terdapat 9 kasus anemia
aplastik, 4 anak perempuan dan 5 anak laki-laki.
B. KLASIFIKASI
Berdasarkan
Etiologinya, anemia aplastic dapat dibedakan menjadi:
1.
Anemia
Aplastik Didapat (Acquired Aplastic Anemia) dikarenakan:
a.
Bahan
Kimia
·
Benzene
merupakan bahan kimia yang paling berhubungan dengan anemia aplastik. Meskipun
diketahui sebagai penyebab dan sering digunakan dalam bahan kimia pabrik,
sebagai obat, pewarna pakaian, dan bahan yang mudah meledak. Selain penyebab
keracunan sumsum tulang, benzene juga menyebabkan abnormalitas hematologi
yang meliputi anemia hemolitik, hiperplasia sumsum, metaplasia mieloid, dan
akut mielogenous leukemia. Benzene dapat meracuni tubuh dengan cara dihirup dan
dengan cepat diserap oleh tubuh, namun terkadang benzene juga dapat
meresap melalui membran mukosa dan kulit dengan intensitas yang kecil. Terdapat juga hubungan antara pengguanaan insektisida
menggunakan benzene dengan anemia aplastik.
·
Chlorinated
hydrocarbons dan organophospat menambah banyaknya kasus anemia aplastik seperti
yang dilaporkan 280 kasus dalam literatur.
·
DDT(chlorophenothane), lindane, dan
chlordane juga sering digunakan dalam insektisida.
·
Trinitrotolune
(TNT), bahan peledak yang digunakan pada perang dunia pertama dan kedua juga
terbukti sebagai salah satu faktor penyebab anemia aplastik fatal. Zat ini meracuni dengan cara dihirup dan diserap
melalui kulit. Kasus serupa juga diamati pada pekerja pabrik mesia di Great
Britain dari tahun 1940 sampai 1946.
b. Obat-obatan
Beberapa jenis obat
mempunyai asosiasi dengan anemia aplastik, baik itu mempunyai pengaruh yang
kecil hingga pengaruh berat pada penyakit anemia aplastik. Hubungan yang jelas
antara penggunaan obat tertentu dengan masalah kegagalan sumsum tulang masih
dijumpai dalam kasus yang jarang. Hal ini disebabkan oleh dari beberapa interpretasi
laporan kasus Makalah Hematologi – Page 8 dirancukan dengan kombinasi dalam
pemakaian obat. Kiranya, banyak agen dapat mempengaruhi fungsi sumsum tulang
apabila menggunakan obat dalam dosis tinggi serta tingkat keracunan tidak
mempengaruhi organ lain. Beberapa obat yang dikaitkan sebagai penyebab anemia
aplastik yaitu obat dose dependent (sitostatika, preparat emas), dan obat dose
independent (kloramfenikol, fenilbutason, antikonvulsan, sulfonamid).
c.
Radiasi
Penyinaran yang bersifat kronis untuk radiasi dosis
rendah atau radiasi lokal dikaitkan dengan meningkat lambat dalam perkembangan
anemia aplastik dan akut leukemia. Pasien yang diberikan thorium dioxide
melalui kontras intravena akan menderita sejumlah komplikasi seperti tumor
hati, leukemia akut, dan anemia aplastik kronik. Penyinaran dengan radiasi dosis besar berasosiasi
dengan perkembangan aplasia sumsum tulang dan sindrom pencernaan. Makromolekul
besar, khususnya DNA, dapat dirusak oleh: (a) secara langsung oleh jumlah besar
energi sinar yang dapat memutuskan ikatan kovalen; atau (b) secara tidak
langsung melalui interaksi dengan serangan tingkat tinggi dan molekul kecil
reaktif yang dihasi lkan dari ionisasi atau radikal bebas yang terjadi
pada larutan. Secara mitosis jaringan hematopoesis aktif sangat sensitif dengan
hampir segala bentuk radiasi. Sel pada sumsum tulang kemungkinan sangat
dipengaruhi oleh energy tingkat tinggi sinar γ, yang dimana dapat menembus rongga perut. Kedua,
dengan menyerap partikel α
dan β
(tingkat energi β yang rendah membakar tetapi tidak menembus kulit).
Pemaparan secara berulang mungkin dapat merusak sumsum tulang yang dapat
menimbulkan anemia aplastic.
d.
Virus
Beberapa spesies virus
dari famili yang berbeda dapat menginfeksi sumsum tulang manusia dan
menyebabkan kerusakan. Beberapa virus
seperti parvovirus, herpesvirus, flavivirus, retrovirus dikaitkan dengan
potensi sebagai penyebab anemia aplastic.
e.
Penyebab
lain
Rheumatoid
arthritis tidak memiliki asosiasi yang biasa dengan anemia aplastik berat,
namun sebuah studi epidemiologi di Prancis menyatakan bahwa anemia aplastik
terjadi tujuh kali lipat pada pasien dengan rheumatoid arthritis. Makalah Hematologi – Page 9 Terkadang anemia aplastik
juga dijumpai pada pasien dengan penyakit sistemik lupus erythematosus. Selain
itu terdapat juga sejumlah laporan yang menyatakan kehamilan berkaitan dengan
anemia aplastik, namun kedua hubungan ini masih belum jelas.
2. Anemia Aplastik Familia (Inherited Aplastic Anemia)
Beberapa faktor familial atau keturunan dapat menyebabkan
anemia aplastik antara lain pansitopenia konstitusional Fanconi, defisiensi
pancreas pada anak, dan gangguan herediter pemasukan asam folat ke dalam sel.
C. ETIOLOGI
Etiologi anemia aplastik beraneka ragam. Berikut ini
adalah berbagai faktor yang menjadi etiologi anemia aplastik.
1.
Faktor
genetik
Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik
komstitusional dan sebagian besar dari
padanya diturunkan menurut hukum Mendel. Pembagian kelompok pada faktor ini
adalah sebagai berikut.
a.
Anemia
Fanconi
b.
Diskeratosis
bawaan
c. Anemia aplastik konstituiional tanpa kelainan kulit/tulang
d. Sindrom aplastik
parsial:
· Sindrom
Blackfand-Diamond
· Trombositopenia bawaan
· Agranulositosis
bawaan
2.
Obat-obatan
dan Bahan Kimia
Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar
hipersensitivitas atau dosis obat
berlebihan. Obat yang sering menyebabkan anemia aplastik adalah kloramfenikol.
Sedangkan bahan kimia yang terkenal dapat menyebabkan anemia aplastik adalah
senyawa benzen.
3.
Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan anemia aplastik sementara atau
permanen.
a.
Sementara
· Mononukleosis
infeksiosa
· Tuberkulosis
· Influenza
· Bruselosis
· Dengue
b.
Permanen
Penyebab yang terkenal
ialah virus hepatitis tipe non-A dan non-B. Virus ini dapat menyebabkan anemia.
Umumnya anemia aplastik pasca-hepatitis ini mempunyai prognosis yang buruk.
c.
Iradiasi
Hal ini terjadi pada
pengobatan penyakit keganasan dengan sinar X. Peningkatan dosis penyinaran
sekali waktu akan menyebabkan terjadinya pansitopenia. Bila penyinaran
dihentikan, sel-sel akan berproliferasi kembali. Iradiasi dapat menyebabkan
anemia aplastik berat atau ringan.
d.
Kelainan
Imunologis
Zat anti terhadap sel-sel
hematopeietik dan lingkungan mikro dapat menyebabkan aplstik.
e.
Idiopatik
Sebagian besar (50-70%) penyebab
anemia aplastik tidak diketahui atau bersifat idiopatik.
f.
Anemia
Aplastik pada Keadaan/Penyakit Lain
seperti leukimia akut,
hemoglobinuria nokturnal porosimal, dan kehamilan dimana semua keaadan tersebut
dapat menyebabkan terjadinya pansitopenia.
D. PATOFISIOLOGI
Tiga faktor penting untuk terjadinya anemia aplastik adalah:
1.
Gangguan
sel induk hemopoeitik
2.
Gangguan lingkungan mikro sumsum tulang
3.
Proses imunologik
Kerusakan
sel induk telah dapat dibuktikan secara tidak langsung melalui keberhasilan
transplantasi sumsum tulang pada penderita anemia aplastik, yang berarti bahwa
penggantian sel induk dapat memperbaiki proses 10 patologik yang terjadi. Teori kerusakan
lingkungan mikro dibuktikan melalui tikus percobaan yang diberikan radiasi,
sedangkan teori imunologik dibuktikan secara tidak langsung melalui
keberhasilan pengobatan imunosupresif. Kelainan imunologik diperkirakan menjadi
penyebab dasar dari kerusakan sel induk atau lingkungan mikro sumsum tulang. Berikut adalah gambar destruksi imun pada sel hematopetik

Proses
tersebut dapat diterangkan sebagai berikut: sel target hematopoeitik
dipengaruhi oleh interaksi ligan-reseptor, sinyal intrasesuler dan aktivasi
gen. Aktivasi sitotoksik T-limfosit berperan penting dalam kerusakan jaringan
melalui sekresi IFN-γ dan TNF. Keduanya dapat saling meregulasi selular reseptor masing-masing
dan Fas reseptor. Aktivasi tersebut menyebabkan terjadinya apoptosis pada sel
target. Beberapa efek dari IFN-γ dimediasi melalui IRF-1 yang menghambat transkripsi
selular gen dan proses siklus sel sehingga regulasi sel-sel darah tidak dapat
terjadi. IFN-γ juga memicu produksi gas NO yang bersifat
toksik terhadap sel-sel lain. Selain itu, peningkatan IL-2 menyebabkan
meningkatnya jumlah T sel sehingga semakin mempercepat terjadinya kerusakan
jaringan pada sel.
E. PENATALAKSANAAN/PENANGANAN
Untuk penanganan
anemia aplastik, dokter dapat melakukan beberapa langkah penanganan berikut
ini:
1. Transfusi darah
Transfusi darah tidak dapat menyembuhkan penyakit anemia
aplastik, namun dapat meringankan gejala anemia dan menyediakan sel-sel darah
yang tidak bisa diproduksi oleh sumsum tulang. Penderita anemia aplstik berat
mungkin akan membutuhkan transfusi darah berulang kali. Hal ini bisa
meningkatkan resiko komplikasi transfusi darah, seperti infeksi, reaksi
kekebalan tubuh terhadap darah yang didonorkan, hingga penumpukan, hingga
penumpukan zat besi pada sel darah merah (hemokromatosis).
2. Transplantasi sel induk
Transplantasi sel induk atau yang biasa disebut
tranplantasi stem cell atau sel puca bertujuan untuk menyusun kembali sumsum
tulang dengan sel induk dari donor. Metode pengobatan ini masih dianggap
satu-satunya pilihan pengobatan untuk penderita anemia aplastik berat. Tranplantasi
sel induk umumnya dilakukan untuk orang-orang yang berusia muda dan memiliki
kecocokan dengan donor (biasanya saudara kandung). Metode ini bisa dilakukan
melalui transplantasi sumsum tulang. Meski merupakan pilihan terapi utama untuk
mengobati anemia aplastik, prosedur transplantasi sel induk atau transplantasi
sumsum tulang ini juga mempunyai resiko, yaitu reaksi penolakan terhadap sumsum
tulang dari donor.
3. Obat penekan sistem kekebalan tubuh (imonosupresan)
Obat ini bekerja dengan melemahkan sistem kekebalan
tubuh. Pengobatan ini biasanya dilakukan bagi orang-orang yang tidak dapat
menjalani transplantasi sumsum tulang karena memiliki kelainan autoimun. Imunosupresan
dapat menekan aktifitas sel-sel kekebalan tubuh yang merusak tulang, sehingga
membantu sumsum tulang untuk pulih dan menghasilkan sel-sel darah baru. Dalam mengobati
anemia aplastik, biasanya obat penekan sistem kekebalan tubuh ini diberikan
bersamaan dengan obat-obatan golongan kortikosteroid.
4. Stimulan sumsum tulang
Obat-obatan tertentu seperti sargramostim, filgrastim dan
pegfilgrastim, serta epoetin alfa juga dapat digunakan untuk merangsang sumsum
tulang untuk memproduksi sel-sel darah baru. Golongan obat-obatan ini dapat
digunakan bersamaaan dengan obat imunosupresa.
5. Antibiotik dan antivirus
Anemia aplastik dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh
akibat jumlah sel darah putih yang menjadi lebih sedikit. Hal ini membuat
penderita anemia aplastik rentan mengalami infeksi. Untuk mencegah infeksi,
dokter dapat memberikan antibiotik maupun antivirus tergantung penyebab
infeksinya. Anemia aplastik yang disebabkan oleh paparan radiasi dan kometerapi
biasanya akan membaik setelah perawatan selesai. Jika disebabkan oleh efek
samping obat tertentu, maka kondisi ini akan hilang setelah pengobatan
dihentikan.
BAB
III
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
KESIMPULAN
Anemia
aplastik adalah kelainan hematologik yang disebabkan oleh kegagalan produksi di
sumsum tulang sehingga mengakibatkan penurunan komponen selular pada darah tepi
yaitu berupa keadaan pansitopenia. Anemia aplastik merupakan penyakit yang
jarang ditemukan. Insidensinya bervariasi di seluruh dunia yaitu berkisar
antara 2 sampai 6 kasus persejuta penduduk pertahun. Frekuensi tertinggi
insidensi anemia aplastik adalah pada usia muda.
Permulaan dari
suatu anemia aplastik sangat tidak spesifik dan berbahaya, yang disertai dengan
penurunan sel darah merah secara berangsur sehingga menimbulkan kepucatan, rasa
lemah dan letih, atau dapat lebih hebat dengan disertai panas badan namun
pasien merasa kedinginan, dan faringitis atau infeksi lain yang ditimbulkan
dari neutropenia. Anemia aplastik dapat di sebabkan oleh bahan kimia,
obat-obatan, virus dan terkait dengan penyakit-penyakit yang lain. Anemia aplastik
juga ada yang di turunkan seperti anemia Fanconi, akan tetapi kebanyakan kasus
anemia aplastik merupakan idiopatik.
B. SARAN
Dari pemaparan
diatas, saya memberikan saran agar dalam ilmu kesehatan bahwa penting sekali
memahami anemia aplastik secara tepat agar terhindar dari kesalahan dalam
tindakan baik dirumah sakit maupun di lingkungan sekitar yang berhubungan
dengan anemia itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Maria, Isyanto. 2005.“Masalah Pada Tata Laksana Anemia Aplastik Dipat”. Jakarta:
Depatermen Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Vol.7, No.1.
Astutik Yuli Reni dan Ertiana Dwi. 2018.“Anemia Dalam Kehamilan”. Jawa Timur: CV
Pustaka Abadi.
Braunwald,
Isselbacher. 2015. Harrison: Prinsip-Prinsip
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Handayani Wiwik dan Haribowo Sulistyo Andi. 2008.”Asuhan keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem”. Jakarta: Salemba Medika.
https://www.alodokter.com.
Dikses pada tanggal 25 maret 2020
http://emedicine.medscape.com/article/198759. Diakses
pada tanggal 21 maret 2020
Kowalak. 2017. Buku
Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Putra Adi M Marco dan Aprijadi Hery. 2019.” Anemia Aplastik Berat dengan
Komplikasi Febril Neutropenia dan Perdarahanpada Perempuan Usia 20 Tahun” Lampung: Universitas lampung. Vol.6,
No.1.
Pratiwi Indah Made Ni dan Tediantini Nanda Putu. 2016.”Anemia Aplastik”. Udayana: Univesitas
Udayana.
Silbernagl, Stefan. 2014. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.