MAKALAH
THALASEMIA

NAMA : VIRA SAPUTRI
NIM : 18 3145 353 083
KELAS : 2018 C
LABORATORIUM PATOLOGI
PROGRAM
STUDI D-IV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
FAKULTAS
FARMASI, TEKNOLOGI RUMAH SAKIT DAN INFORMATIKA
UNIVERSITAS
MEGA REZKY
MAKASSAR
2019/2020
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatu
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas berkat rahmat dan
karunianyalah
sehingga makalah Thalasemia
ini dapat saya selesaikan, sesuai
dengan judul makalah ini digunakan untuk memahami dan mengetahui materi tentang Thalasemia. Saya yakin bahwa makalah saya tidak akan selesai tanpa dukungan dari pihak lain.
Oleh karena itu saya berterima kasih kepada teman-teman saya dan dosen karena
berkat bantuan mereka maka makalah ini dapat terselesaikan.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya,
oleh karena itu saran dan kritik dari bapak dan teman-teman akan kami terima dengan senang hati.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini bermanfaat baik bagi kami sendiri
maupun pembacanya.
Amin ya rabbal
alamin.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu.
Makassar, 16 April 2020
Penyusun
Vira Saputri
|
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
B.
RUMUSAN MASALAH
C.
TUJUAN
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI
THALASEMIA
B.
DEFINISI
HEMOGLOBIN
C.
KLASIFIKASI
THALASEMIA
D.
PATOFISIOLOGI
THALASEMIA
E.
DIAGNOSIS
THALASEMIA
BAB III PENUTUP
A.
KESIMPULAN
B.
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sel darah merah (eritrosit)
merupakan komponen darah yang jumlahnya paling banyak. Sel darah merah normal
berbentuk cakram dengan kedua permukaannya cekung atau bikonkaf, tidak memiliki
inti, dan mengandung hemoglobin. Kelainan pada sel darah merah terjadi karena
sel darah merah dan/atau masa hemoglobin yang beredar tidak dapat memenuhi
fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh yang sering disebut
dengan anemia. Ada dua tipe anemia yaitu anemia gizi dan non-gizi. Anemia gizi
terjadi akibat kekurangan gizi, sedangkan anemia non-gizi disebabkan oleh
kelainan genetik. Salah satu penyakit anemia non-gizi yang sering diderita adalah
Thalasemia (Esti Suryani, 2015) .
Thalassemia merupakan penyakit
kelainan darah yang secara genetic di turunkan, ini juga merupakan penakit yang
relative sulit unuk dihindari karena merupakan penyakit kronis yang cukup
berdampak pada kualitas hidup penderitanya secara fisik, social dan emosional
dapat terganggu. Perawatan thalassemia yang harus dijalani secra ritin dan
seumur hidup dan di tambah dengan tingkat perekonimian orang tua yang
kebanyakan menengah kebawah ini menyebabkan kurangnya dukungan orang tua
terhadap penderita thalasmia, hal ini terjadi karena orang tua berfikir pada
penderita menambah beban kehidupan utamanya beban perekonomian. Jika para
penderita mengalami hal ini maka tidak menutup kemungkinan masalah baru akan
timbul seperti beban fikiran, hal ini juga akan mengakibatkan kualitas hidup
mereka mengalami penurunan karena kurang adanya dukungan dari orang tua itu
sendiri (Lia Desi, 2017) .
Thalasemia merupakan kelainan genetic
terbanyak di dunia kelainan ini diruntunkan secara resesif menurut hokum mendel.
Penyakit yang semula ditemukan di sekitar Laut Tengah ini ternyata tersebar
luas sepanjang garis khatulistiwa, termasuk Indonesia. Tidak kurang dari
300.000 bayi dengan kelainan berat penyakit ini dilahirkan setiap tahun di
dunia, sedangkan jumlah penderita thalassemia heterosigotnya tidak kurang dari
250 juta orang. Hingga saat ini belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan
penyakit tersebut. Pengobatan utama penyakit ini ialah pemberian transfusi
darah dengan mempertahankan kadar hemoglobin di atas 10 g/dl; tetapi ironisnya
ialah bahwa jumlah zat besi yang tertimbun dalam organ-organ tubuhnya akibat
transfusi, menjadi salah satu penyebab kematian. Penimbunan zat besi dalam
organ-organ tubuh seperti hati, jantung, kelenjar endokrin dan lain-lain,
menyebabkan gangguan fungsi organ tersebut. Gangguan fungsi organ mulai tampak
pada anakanak yang telah mendapat banyak transfusi darah yaitu anak-anak yang
berumur 5 th ke atas (Iskandar Wahidiyat, 2003)
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa definisi dari Thalasemia?
2.
Apa definisi dari Hemoglobin?
3.
Apa saja klasifikasi dari Thalasemia?
4.
Bagaimana patofisologi dari Thalasemia
5. Bagaimana
diagnosis dari Thalasemia?
C.
TUJUAN
1. Untuk
mengetahui definisi dari Thalasemia
2.
Untuk mengetahui definisi dari Hemoglobin
3.
Untuk mengeahui bagaimana patofisiologi
dari Thalasemia
4. Untuk
mengetahui bagaimana diagnosisThalasemia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI THALASEMIA
Thalasemia
berasal dari bahasa Yunani yaitu thalasso yang berarti laut Pertama kali
ditemukan oleh seorang dokter Thomas B. Cooley tahun 1925 di daerah Laut
Tengah, dijumpai pada anak-anak yang menderita anemia dengan pembesaran limfa setelah berusia satu tahun.
Anemia dinamakan splenic atau eritroblastosis atau anemia mediteranean atau
anemia Cooley sesuai dengan nama penemunya (Neli Salsabila, 2019) .
Thalasemia
adalah suatu penyakit keturunan yang diakibatkan oleh kegagalan pembentukan salah satu dari empat
rantai asam amino yang membentuk
hemoglobin, sehingga hemoglobin tidak terbentuk sempurna. Tubuh tidak dapat
membentuk sel darah merah yang normal, sehingga sel darah merah mudah rusak
atau berumur pendek kurang dari 120 hari dan terjadilah anemia (Neli Salsabila,
2019) .
Anemia Thalasemia
merupakan penyakit hemolitik atau kurangnya kadar hemoglobin yang disebabkan
oleh defisiensi pembentukan rantai globin Alpha atau Betha yang menyusun
hemoglobin. Berdasarkan defisiensi pembentukan rantai globin tersebut maka
Thalasemia dibedakan menjadi Thalasemia Alpha dan Thalasemia Betha. Berdasarkan
gejala klinis Thalasemia dikategorikan menjadi dua yaitu Thalasemia minor dan
Thalasemia Mayor (Esti
Suryani, 2015) .
B. DEFINISI HEMOGLOBIN
Hemoglobin adalah suatu zat di
dalam sel darah merah yang berfungsi mengangkut zat asam dari paru-paru ke
seluruh tubuh, juga memberi warna merah pada eritrosit. Hemoglobin manusia
terdiri dari persenyawaan hem dan globin. Hem terdiri dari zat besi (Fe) dan
globin adalah suatu protein yang terdiri dari rantai polipeptida. Hemoglobin
pada manusia normal terdiri dari 2 rantai alfa (α) dan 2 rantai beta (β) yang
meliputi HbA (α2β2 = 97%), sebagian lagi HbA2 (α2δ2 = 2,5%) sisanya HbF (α2ƴ2 =
0,5%) (Esti Suryani, 2015) .
Rantai
globin merupakan suatu protein, maka sintesisnya dikendalikan oleh
suatu gen. Dua kelompok gen
yang mengatur yaitu kluster gen globin-α terletak pada kromosom 16 dan kluster gen globin-β
terletak pada kromosom 11. Penyakit thalasemia diturunkan melalui gen yang
disebut sebagai gen globin beta. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan
salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Gen globin beta hanya sebelah yang
mengalami kelainan maka disebut pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa
sifat thalassemia tampak normal atau sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen
dalam keadaan normal dan dapat berfungsi dengan baik dan jarang memerlukan
pengobatan. Kelainan gen globin yang terjadi pada kedua kromosom, dinamakan
penderita thalassemia mayor yang berasal dari kedua orang tua yang
masing-masing membawa sifat thalassemia. Proses pembuahan, anak hanya mendapat
sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Satu dari
orang tua menderita thalasemia trait/bawaan maka kemungkinan 50% sehat dan 50% thalasemia
trait. Kedua orang tua thalasemia trait maka kemungkinan 25% anak sehat, 25%
anak thalasemia mayor dan 50% anak thalasemia trait (Esti Suryani, 2015) .
C. KLASIFIKASI
THALASEMIA
Menuurut
Dini tahun 2014 mengemukakan Thalasemia diklasifikasikan berdasarkan molekuler
menjadi dua yaitu thalasemia alfa dan thalasemia beta.
1.
Thalasemia Alfa
Thalasemia ini disebabkan oleh mutasi salah satu atau seluruh globin
rantai
alfa yang ada. Thalasemia alfa
terdiri dari :
a. Silent Carrier State
Gangguan pada 1 rantai globin alfa. Keadaan ini tidak timbul gejala sama sekali
atau sedikit kelainan berupa sel darah merah yang tampak lebih pucat.
b. Alfa Thalasemia Trait
Gangguan pada 2 rantai globin alpha. Penderita mengalami anemia ringan dengan
sel darah merah hipokrom dan mikrositer, dapat menjadi carrier 9
c. Hb H Disease
Gangguan pada 3 rantai globin alfa. Penderita dapat bervariasi mulai
tidak ada gejala sama sekali, hingga anemia yang berat yang disertai dengan perbesaran
limpa.
d. Alfa Thalassemia Mayor
Gangguan pada 4 rantai globin alpha. Thalasemia tipe ini merupakan
kondisi yang paling berbahaya pada thalassemia tipe alfa. Kondisi ini tidak
terdapat rantai globin yang dibentuk sehingga tidak ada HbA atau HbF yang diproduksi.
Janin yang menderita alpha thalassemia mayor pada awal
kehamilan akan mengalami anemia, membengkak karena kelebihan cairan,
perbesaran hati dan limpa. Janin ini biasanya mengalami keguguran atau
meninggal tidak lama setelah dilahirkan.
2.
Thalasemia Beta
Thalasemia beta terjadi jika terdapat mutasi pada satu atau dua rantai
globin
beta yang ada. Thalasemia beta terdiri dari :
a. Beta Thalasemia Trait.
Thalasemia jenis ini memiliki satu gen
normal dan satu gen yang bermutasi. Penderita mengalami anemia ringan yang ditandai
dengan sel darah merah yang mengecil (mikrositer).
b. Thalasemia Intermedia.
Kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa produksi sedikit
rantai beta globin. Penderita mengalami anemia yang derajatnya tergantung dari
derajat mutasi gen yang terjadi.
c.
Thalasemia Mayor.
Kondisi ini kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat memproduksi rantai
beta globin. Gejala muncul pada bayi ketika berumur 3 bulan berupa anemia yang
berat. Penderita thalasemia mayor tidak dapat membentuk hemoglobin yang cukup
sehingga hampir tidak ada oksigen yang dapat disalurkan ke seluruh tubuh, yang lama
kelamaan akan menyebabkan kekurangan O2,
gagal jantung kongestif, maupun kematian. Penderita thalasemia mayor memerlukan
transfusi darah yang rutin dan perawatan medis demi kelangsungan hidupnya
D.
PATOFISIOLOGI THALASEMIA
Penyakit thalassemia
disebabkan oleh adanya kelainan atau perubahan atau mutasi pada gen globin
alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin tersebut berkurang
atau tidak ada. Didalam sumsum tulang mutasi thalassemia menghambat pematangan
sel darah merah sehingga eritropoesis dan mengakibatkan anemia berat. Akibatnya
produksi Hb berkurang dan sel darah merah muda sekali rusak atau umumnya lebi
pendek dari sel darah normal (Lia
Desi, 2017) .
Normal hemoglobin adalah
terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai alpa dan dua rantai beta. Pada beta
thalassemia yaitu tidak adanya atau kurangnnya rantai beta thalasmia yaitu
tidak adanya atau kekurangan rantai beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada
gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen. Ada suatu konpensator yang
meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai beta memproduksi secara terus
menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defective. Ketidak seimbangan
popeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan sintegrasi. Hal ini menyebabkan
sel darah merah menjadi hemolysis dan menimbulkan anemia dan atau
hemosiderosis.
Kelebihan pada rantai
alpa ditemukan pada thalassemia beta dan kelebihan rantai beta dan gama
ditemukan pada thalassemia alpa. Kelebihan rantai popeptida ini mengalami
presipitsi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri
dari hemoglobin tak stabil badan heint, merusak sampul eritrosit dan
menyebabkan hemolysis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi yang konstan pada
bone marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropik aktif. Konpensator produksi
RBC secara terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnyadestruksi
RBC, menimbulkan tidak endukatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan
dan endruksi RBC menyebabkan bone morrow menjadi tipis dan mudah pecah atau
rapuh (Lia Desi, 2017) .
Pada thalassemia letak
salah satu asam amino rantai poliper tidak berbeda urutannya atau ditukar
dengan jenis asam amino lain. Perubahan susunan asam amino tersebut. Bisa terjadi
pada ke-4 rantai poliper Hb-A, sedangkan kalainan pda rantai alpa dapat
menyebabkan kelainan ketiga Hb yaitu Hb A, Hb-A2 dan Hb-F.
E. DIAGNOSIS
THALASEMIA
Terdapat beberapa langkah yang
bisa dilakukan untuk memastikan apakah seseorang mengidap thalassemia atau
tidak. Dibutuhkan pemeriksaan fisik terkait tanda anemia serta pembesaran organ
limpa dan hati. Sementara itu, beberapa pemeriksaan penunjang lain yang bisa di
lakukan adalah:
1.
Menghitung sel darah lengkap
2.
Sediaan apus darah tepi, dengan cara melihat gambar
sel darah di bawah mikroskop
3.
Analisis hemoglobin atau protein sel darah merah
4.
Menghitung jumlah zat besi
5.
Pemeriksaan gen atau DNA
Sementara pada ibu hamil, terdapat beberapa pemeriksaan penunjang
tambahan, antara lain:
1.
Choironik
villus sampling, Tes yang dilakukan dengan mengambil sampel jaringan
plasenta untuk dianalisis. Pemeriksaan ini bisa dilakukan saat kehamilan
mencapai minggu ke-11.
2.
Aminocentesis,
tes ini
dilakukan dengan cara mengambil sampel air ketuban dan dilakukan saat kehamilan
sudah memasuki minggu ke-16.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Thalasemia adalah suatu penyakit
keturunan yang diakibatkan oleh kegagalan
pembentukan salah satu dari empat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin,
sehingga hemoglobin tidak terbentuk sempurna. Hemoglobin adalah suatu zat di
dalam sel darah merah yang berfungsi mengangkut zat asam dari paru-paru ke
seluruh tubuh, juga memberi warna merah pada eritrosit. Thalasemia
diklasifikasikan berdasarkan molekuler menjadi dua yaitu thalasemia alfa dan
thalasemia beta. Terdapat beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk memastikan
apakah seseorang mengidap thalassemia atau tidak. Dibutuhkan pemeriksaan fisik
terkait tanda anemia serta pembesaran organ limpa dan hati.
B. SARAN
Sarannya agar pemerintah dan mahasiswa
kesehaatan hendaknya berperan aktif dalam mensosialisasisan tentang penyakit
thalassemia kepada masyarakat yang awam agar mengurangi angka kematian akibat thalassemia
dan masyarkat lebih selektif lagi dala memilih pasangan , untuk mengurangi
penyebaran thalassemia
DAFTAR
PUSTAKA
Anisawati
Desi Lia, 2017.”Dukungan Orang Tua Dengan
Kualitas Hidup Anak Penderita Thalasemia”. Jombang: Skripsi
Marianti
Dini, dkk. 2014.”Analisis Faktor Yang
Mempengaruhi Kualitas Hidup Anak Thalassemia Beta Mayor”. Jawa Barat:
Jurnal Keperawatan Indonesia. Vol.17, No.1
Salsabila
Neli, dkk. 2019.”Nutrisi Pasien
Thalassemia”. Lampung: Majority. Vol.8, No.1
Suryani
Esti, dkk. 2015.” Identifikasi Anemia Thalasemia
Betha (𝜷)
Mayor Berdasarkan Morfologi Sel Darah Merah”. Jakarta:
Journal unnes. Vol.2, No.1
Wahidayat
Iskandar, 2003.”Thalassemia dan
Permasalahannya Di Indonesia”. Jakarta: Sari Pediattri. Vol.5, No.1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar